“Bersama Membangun Desa (Mosinggani Mombangu Ngata)”
Tragedi bencana yang terjadi pada Jumat petang, (28/9/2018) masih teringat jelas diingatan masyarakat Desa Jono, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi, Sulawesi Tengah.
Trauma tentu dirasakan oleh mereka, dimana mereka harus berhadapan dengan bencana yang menelan banyak korban jiwa. Kehilangan keluarga, saudara, anak dirasakan masyarakat Jono. “Kami kerap menyanyikan lagu yang dibuat untuk mengenang peristiwa bencana gempa yang mengguncang Sigi. Lagu itu mereka nyanyikan dengan kompak dan penuh penghayatan sehingga membuat para korban pengungsian disana terharu. Tidur berkumpul tanpa atap dan beralaskan tanah selama empat hari dirasakan oleh mereka. Tapi satu yang membuat mereka kuat, bahwa dibalik bencana ada rencana baik Tuhan. Tak ada satupun plang yang bertuliskan meminta bantuan terpasang di tepian jalan, karena menurut mereka menjatuhkan harga diri,” ujar Harianto (38 tahun), Kepala Desa Jono, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.
Lapar, dingin bukan berarti mereka harus meminta-minta kepada orang. Beberapa desa, masyarakat ribut bahkan sampai berkonflik karena bantuan, namun sebaliknya masyarakat Jono memperlihatkan bagaimana mereka mengelola bantuan dengan baik, mendistribusikan kepada masyarakat tanpa ada satupun masyarakat yang mengeluh.
Program Relief ICCO-Penabulu mendukung pembangunan 51 unit kerangka hunian sementara (huntara) untuk 51 KK yang belum mendapatkan akses bantuan huntara. Selain itu kami juga memberikan dukungan akses penerangan dan instalasi kabel listrik kepada 49 KK lainnya yang telah memiliki huntara. Serta dukungan 45 unit bangku Gereja dan 1 unit speaker untuk fasilitas ibadah, pipanisasi air bersih untuk 160 KK, 529 jiwa. Sehingga seluruh masyarakat Desa Jono cepat mendapatkan akses tempat tinggal sementara. Hezron 45, Kepala Dusun 1, Desa Jono, menjelaskan, “..kehadiran dan keterlibatan kawan kawan penabulu menjadikan kekompakan kami lebih kuat. Dan jaringan komunikasi dengan organisasi lain pun terkomunikasikan dengan baik. Seperti dalam pembangunan hunian sementara ini. Setidaknya kekurangan bahan dan pasokan dalam pembangunan hunian dapat tercukupi.”
Gotong royong juga diperlihatkan oleh masyarakat Jono, bagaimana mereka bekerja sama merubuhkan bangunan dan membersihkan puing-puing bangunan tanpa mengharap bantuan dari pihak manapun. Masyarakat dan Tim ICCO – Penabulu bekerja sama membangun desa tanpa upah. “Sudah bersyukur kita dibantu, kami memang tak sekolah, kami tak pandai berbicara, tapi kami akan bekerja sama membangun kampung, ini untuk kita, itu untuk kita kalau bukan kita yang membangun, siapa lagi. Sikap inilah yang selalu ditonjolkan oleh masyarakat Jono dalam setiap kegiatan membangun kampung,” Arjan (40 tahun), Kepala Dusun 3, Desa Jono.
Setidaknya, bencana tidak membuat penyintas tidak memiliki kapasitas dan hanya menjadi peminta bantuan. Tetapi gaya kepemimpinan yang egaliter dan adil, dapat merubah kultur masyarakat yagn memiliki kelekatan sosial tinggi. “dulu warga kami paling suka mabuk mabukan dan sulit diatur sehingga dalam membangun kebijakan desa, saya harus keras membangun dan mendidik masyarakat serta mencari jalan keluar setiap masalah di desa kami. Dan saya bersyukur, dengan kerja keras bersama perangkat desa lainnya, warga Desa Jono bisa berubah. Tidak hanya mementingkan diri mereka sendiri tetapi saling bahu membahu membantu warga lain tanpa embel-embel apapun. Mereka percaya bahwa kekompakan warga bisa membangun desa lebih baik lagii setelah bencana ini terjadi pada kami,” imbuh Harianto (38 tahun) Kepala Desa Jono ketika bertandang ke Pos Relawan ICCO – Penabulu.