Baku Bahu Pembangunan Mushola Al-Falaq di Desa Tangkulowi, Kecamatan Kulawi

Periode pembangunan, Desember 2018 – April 2019.

Desa Tangkulowi terletak disebelah barat kota Kecamatan Kulawi dengan jarak dari ibu kota kecamatan ± 3 km. Dari kota Palu menuju Kecamatan Kulawi dapat diakses menggunakan roda 2 ataupun roda 4 dengan waktu tempuh 3 jam perjalanan (waktu tempuh paska bencana). Desa Tangkulowi dihuni oleh 122 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah total penduduk sebanyak 319 jiwa. Terdiri atas 179 laki-laki dan 140 perempuan.

Penduduk Desa Tangkulowi sebagian besar didominasi oleh suku uma’ dan berprofesi sebagai petani sawah dan kebun. Sebagian besar hampir 80% total penduduk desa merupakan pemeluk Agama Kristen. Kecilnya jumlah penganut Agama Islam tidak menjadikan mereka tersisihkan, praktik toleransi terhadap minoritas ditujukkan nyata dalam kehidupan sehari hari. Perbedaan keyakinan cenderung memberikan keindahan tersendiri. Keterikatan sosial tersebut dibuktikan dengan beberapa kegiatan keagamaan diantara mereka. Seperti pada perayaan hari besar agama, mereka saling terlibat, membantu dan aktif bekerja sama.

Kegiatan awal Program Palu Relief Penabulu-ICCO, melakukan koordinasi terkait kebutuhan bantuan di Desa Tangkulowi dengan melibatkan Pemerintah Desa, Tokoh Adat dan Masyarakat. Program mendapatkan rekomendasi tentang pembangunan Mushola Al-Falaq, guna memfasilitasi masyarakat yang beragama muslim di Dusun 2 dan Dusun 3 Desa Tangkulowi.

Mengingat keharmonisan diantara mereka, dalam prosesnya mendorong umat Nasrani ikut bergotong royong membangun Mushola Al-Falaq, hingga mushola pun tegak berdiri dan digunakan untuk beribadah.

Mushola Al-Falaq yang telah selesai dibangun dan digunakan untuk beribadah

Baku bahu masyrakat Desa Tangkulowi dalam pembangunan Mushola Al-Falaq

 

Kegiatan Pembangunan Sanitasi (MCK) di 4 Desa di Kecamatan Dolo Selatan dan Kulawi, Kabupaten Sigi

Periode Desember 2018 – April 2019

Pembangunan Sanitasi (MCK) yang didukung Program Palau Relief Penabulu-ICCO di fokuskan di 4 desa. Secara administratif Desa Jono (703 jiwa, 212 KK) dan Desa Wisolo (1.087 jiwa, 337 KK), berada di Kecamatan Dolo Selatan dengan rata-rata waktu tempuh 40-60 menit dari Kota Palu. Desa Tangkulowi (390 jiwa, 122 KK) dan Desa Boladangko (568 jiwa, 170 KK) dengan jarak tempuh 2,5-3 jam dari Kota Palu dengan kondisi jalan yang rusak berat.

Kegiatan pembangunan sanitasi didasarkan pada hasil identifikasi kebutuhan dan pemenuhan yang telah dilakukan pada periode awal program. Hasil identifikasi dan koordinasi ditingkat desa yang diikuti oleh Kepala Desa, Ketua Adat dan masyarakat, menunjukkan bahwa bangunan MCK yang tersedia masih kurang dan belum menjangkau seluruh masyarakat.

Proses pembangunan Penabulu mendorong penuh partisipatif masyarakat, bekerja tanpa upah dan mengutamakan gotong royong. Hingga bulan April 2019 penabulu telah membangun 68 ruangan dengan jumlah penerima manfaat sebesar 744 jiwa (205 KK) di 4 desa sasaran. Dengan rincian sebagai berikut:

  1. Desa Jono (15 ruangan MCK)
  2. Desa Wisolo (15 ruangan MCK)
  3. Desa Tangkulowi (23 ruangan MCK)
  4. Desa Boladangko (15 ruangan MCK)

Kegiatan pembangunan MCK dan tempat wudhu di Desa Tangkulowi, Kecamatan Kulawi

Kegiatan Pembangunan MCK di Desa Jono, Kecamatan Dolo Selatan

Kegiatan Pembangunan Kerangka Hunian Sementara di Desa Jono, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi

Periode pembangunan 15-30 Desember 2018

Bencana yang terjadi pada tanggal 28 September 2018 sangat berdampak pada kondisi geografis desa Jono, dimana banyak lokasi di desa Jono bergelombang, tanah retak/terbelah, serta tanah mengalami penurunan sehingga seperti membentuk aliran sungai baru. Dari beberapa lokasi pemukiman di Desa Jono yang tepat berada disekitaran patahan mengalami pergeseran dari posisi awal.

Desa Jono dihuni sebanyak 703 jiwa degan kondisi pemukiman rumah warga mengalami kerusakan hingga 80% (tidak layak huni), dengan rincian 92 rumah rusak berat, 20 rusak sedang dan 51 rusak ringan. Bahkan ada beberapa warga yang harus pindah lokasi untuk tempat tinggal selanjutnya, karena beresiko longsor.

Fase pertama Program Palu Relief Penabulu-ICCO, telah mendukung penyediaan 51 unit kerangka hunian sementara untuk 51 KK serta 49 paket penerangan untuk 49 KK yang tersebar di Dusun 1, 2 dan Dusun 3. Kegiatan pembangunan hunian sementara, Penabulu mendorong partisipatif masyarakat secara utuh, dimana semua kegiatan tidak ada upah kerja dan pemanfaatan kembali material bangunan yang masih layak guna.

 

Baku Bahu Pembangunan Mushola Al-Ikhlas di Desa Boladangko, Kecamatan Kulawi

Periode Pembangunan, Desember 2018 – April 2019

Penduduk Desa Boladangko 90% didominasi oleh suku Suku Kaili Moma’, dalam bersosial masyarakat menggunakan Bahasa Moma’ untuk berkomunikasi yang merupakan bahasa asli masyarakat kulawi. Bahasa ini hampir sama dengan dengan kulawi yang lainnya, namun berbeda dialek. Desa Boladangko terdiri dari 3 dusun dan terbagi menjadi 170 KK denga jumlah jiwa secara keseluruhan 568 jiwa dengan jumlah laki-laki 286 jiwa dan perempuan 282 jiwa.

Suku Moma’ mayoritas beragama Kristen dan hanya 52 KK (170 jiwa) yang beragama Islam. Kecilnya jumlah penganut Agama Islam tidak menjadikan mereka tersisihkan, praktik toleransi terhadap minoritas ditujukkan nyata dalam kehidupan sehari hari. Pada awal identifikasi kebutuhan tanggap darurat, Tim Penabulu Relief melakukan pertemuan tingkat desa yang dihadiri oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Tokoh Adat, Tokoh Agama dan masyarakat setempat. Hasil pertemuan menghasilkan kesepakatan bersama tentang renovasi Mushola Al-ikhlas yang hancur akibat gempa.

Tim Penabulu Relief mengajak partisipatif  masyarakat dan berkoordinasi rutin dengan Pemerintah Desa dan Tokoh Agama dalam setiap tahapan pembangunan Mushola. Tim juga mengkoordinir dukungan lain dari masyarakat dalam melengkapi fasilitas mushola. Hingga awal Mei 2019 Mushola telah difungsikan kembali untuk beribadah oleh masyarakat Desa Boladangko.

Kegiatan pembongkaran Mushola Al-Ikhlas yang hancur akibat gempa

Kegiatan pembangunan Mushola Al-Ikhlas

“Tegaknya Surau Kami”

Desa Tangkulowi, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.

“sejak Mushola Al Falaq berdiri, sekarang anak-anak kami tidak harus lagi belajar mengaji (membaca Al Quran) di rumah-rumah warga” ujar Sahmil Lele (38 tahun), salah satu warga serta anggota Pembangunan Mushola Al Falaq desa Tangkulowi.

Proses pembangunan Mushola Al Falaq desa Tangkulowi

Sejak tahun 2014, warga desa Tangkulowi yang menganut agama Islam telah berusaha mendirikan tempat ibadah berupa mushola atau masjid di desa mereka. Biaya yang cukup tinggi menjadi salah satu kendala besar bagi mereka untuk mewujudkan keinginan tersebut. Cukup jauhnya jarak dari desa mereka ke masjid atau mushola terdekat menyebabkan warga penganut agama Islam desa Tangkulowi tidak dapat secara khusuk melakukan ibadah. Anak-anak di desa Tangkulowi pun hanya bisa belajar membaca Al Quran dengan menumpang di rumah warga secara bergiliran, karena tidak memiliki tempat khusus. Sehingga pendidikan keimanan bagi anak-anak belum dapat terfasilitasi dengan baik. Kecilnya jumlah penganut agama Islam di desa Tangkulowi tidak membuat
mereka menjadi terabaikan oleh warga penganut agama lainnya , khususnya penganut Nasrani. Ini dibuktikan dengan ikut sertanya warga penganut agama Nasrani dalam melakukan kegiatan gotong royong saat pembangunan musholla.

Saat ini warga desa Tangkulowi yang menganut agama Islam sudah dapat melakukan ibadah di mushola Al Falaq yang sudah berdiri. Kini mereka tidak harus lagi menempuh jarak 1 km untuk melakukan ibadah. Anak-anak pun dapat belajar mengaji (membaca Al Quran) dan pendidikan keimanan lainnya di mushola tersebut tanpa harus lagi menumpang di rumah-rumah warga.

Mushola Al Falaq yang sudah dapat difungsikan oleh warga desa Tangkulowi

Impian warga penganut agama islam desa Tangkulowi untuk memiliki rumah ibadah yang berada di desa nya sejak beberapa tahun yang lalu akhirnya dapat terwujud dengan dukungan dari seluruh warga desa Tangkulowi, pemerintah desa, beberapa lembaga bantuan dan beberapa dukungan personal.

“Sekarang Tidak Harus ke Sungai”

Desa Boladangko, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi.

Dampak dari gempa bumi yang terjadi pada 28 september 2018 khususnya di desa Boladangko Kecamatan Kulawi adalah banyaknya bangunan dan infrastruktur baik umum maupun milik pribadi yang mengalami rusak berat. Banyak warga yang kesulitan membangun dikarenakan mata pencaharian dan keadaan yang masih belum stabil. Mengharapkan bantuan dari desa pun masih terasa sulit karena fasilitas umum milik desa pun banyak yang rata dengan tanah, seperti kantor desa, rumah ibadah, bak air bersih dll.

Bak distribusi air bersih di Dusun 3 Hihia

Bak air bersih yang tersisa juga banyak yang berlubang dan retak sehingga harapan warga untuk mendapatkan air bersih masih terkendala. Anshari (43), salah satu warga dusun 3 juga merasakan kesulitan mendapatkan air bersih karena bak induk di dusunnya retak dan berlokasi cukup jauh dari dusun 3. Sebelum gempa bumi terjadi, dusun 3 tidak memiliki bak distribusi, hanya tampungan air dari drum bekas dengan pipanya berupa bambu yang sekarang sudah semakin lapuk dan sering tersumbat. Pipa bambu disambungkan dari bak induk yang lokasinya cukup jauh. “apabila musim hujan air tidak bisa mengalir karena keruh dan musim panas debitnya sedikit karena pembangunan bak distribusi dari desa jauh dari rumah kami” ujarnya, “air yang mengalir sangat sedikit sehingga hanya cukup untuk minum, apabila ingin mandi dan mencuci kami harus ke sungai yang airnya agak keruh dan kotor” sambungnya.

Sebenarnya mereka telah dijanjikan untuk dibangunkan bak distribusi di sekitar pemukiman mereka oleh pemerintah desa namun ADD yang direncanakan pada tahun 2017 tidak kunjung terlaksana sampai sekarang. Kondisi ini berubah sejak terbangunnya bak distribusi air di dusun 3. “Sekarang kami dapat melakukan aktifitas mandi, cuci, kakus di rumah kami masing-masing, tidak lagi harus pergi ke sungai”, demikian yang dikatakan oleh Anshari sebagai salah satu penerima manfaat bak distribusi air Program Relief Penabulu-ICCO.

“Air Bersih Tak Lagi Impian”

Desa Wisolo, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.

‘’Betapa susahnya kami pasca gempa ini untuk mendapatkan air bersih untuk melakukan aktifitas mandi, buang air dan mencuci pada saat beberapa minggu pasca gempa, sehingga harus terpaksa jauh-jauh ke kuala (sungai) yang jaraknya lumayan jauh ±1 km dari rumah’’ ujar Intan, salah seorang ibu rumah tangga di desa Wisolo. Cerita Intan tersebut merupakan cerita hampir seluruh warga warga Wisolo beberapa saat setelah gempa dimana pada saat itu belum banyak bantuan yang masuk, terutama bantuan bangunan MCK dan saluran air bersih baik itu di lokasi pengungsian maupun di pemukiman para penyintas.

Pipanisasi air bersih di desa Wisolo

‘’Betapa susahnya kami pasca gempa ini untuk mendapatkan air bersih untuk melakukan aktifitas mandi, buang air dan mencuci pada saat beberapa minggu pasca gempa, sehingga harus terpaksa jauh-jauh ke kuala (sungai) yang jaraknya lumayan jauh ±1 km dari rumah’’ ujar Intan, salah seorang ibu rumah tangga di desa Wisolo. Cerita Intan tersebut merupakan cerita hampir seluruh warga warga Wisolo beberapa saat setelah gempa dimana pada saat itu belum banyak bantuan yang masuk, terutama bantuan bangunan MCK dan saluran air bersih baik itu di lokasi pengungsian maupun di pemukiman para penyintas.

’Sungai menjadi sumber harapan sebagian besar warga pada saat itu. Setelah turun hujan sungai tersebut terlihat sangat tidak layak untuk digunakan karena keruh, bahkan sampai kecoklatan bercampur lumpur, tapi apa daya hanya itu salah satu sumber air yang ada’’, demikian yang dituturkan Jumariah, sebagai salah satu warga Wisolo. Kesulitan air bersih yang dialami warga perlahan sudah mulai merasa ringan karena sudah mulai beberapa lembaga yang datang membantu untuk membangunkan fasilitas-fasilitas seperti MCK dan menyediakan penampung air bersih.

Bak penampungan air bersih di desa Wisolo

‘’kami merasa sangat tertolong dengan adanya bantuan bangunan fasilitas MCK dari Penabulu Alliance, karena kami sudah tidak jauh-jauh lagi pergi ke sungai untuk mandi, buang air dan mencuci, Alhamdulillah kami dan keluarga serta tetangga sudah tidak khawatir dan was-was lagi jika ingin buang air pada malam hari, itulah yang kami paling syukuri’’, ucap Jumariah.

“Hidup Kami Lebih Sehat”

Desa Jono, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.

“Kami sangat bersyukur dengan apa yang lembaga bantuan berikan kepada kami, khususnya PENABULU yang sudah cukup lama menemani kami disini, yang telah membantu membangun MCK, perbaikan pipa air dan bak permanen distribusi air bersih. Saat ini kami sudah senang, air bersih sudah terpenuhi sampai ke Huntara Kami, kalau mau buang air dan mandi tidak perlu lagi kesungai karena sudah banyak MCK. Kami sangat terbantu sekali, khususnya ibu-ibu dan anak-anak perempuan tidak lagi mandi atau buang air di sungai. Tidak seperti sebelum bencana dimana mayoritas masyarakat kalau membuang air besar dan mandi selalu ke sungai”, tutur Hezron sebagai Kepala dusun 1 Desa Jono.

Pipanisasi di huntara desa Jono

Keberadaan MCK dan ketersediaan air bersih menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat desa Jono, terutama sejak terjadinya bencana gempa. Bahkan sebelum bencana terjadi, warga desa Jono masih memiliki kebiasaan untuk menggunakan sungai sebagai sarana untuk melakukan aktifitas mandi, cuci, dan kakus. Kondisi ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Namun, saat ini, dengan banyaknya bantuan berupa pembangunan MCK dan pengadaan air sampai ke huntara masing- masing warga, maka warga desa Jono tidak perlu lagi ke sungai untuk melakukan aktifitas mandi, cuci, dan kakus. Kini mereka tidak perlu khawatir akan kekurangan air di masing- masing huntara.